10 October, 2011

bukan gaji buta


Aku di besarkan di lingkungan yang masih begitu menghargai kebudayaan lokal. Maka jangan heran bila acara-acara keluraga di daerah kami, selalu di meriahkan oleh wayang atau atraksi kuda lumping.
Akan aku ajak kalian mengenang kejadian tempo doeleo, kali ini mengenai kuda lumping.
Waktu itu seperti biasa, paguyuban kuda lumping desa kami selalu rutin berlatih di dekat rumah, pnabuh gamelan,penari, sampai pawang-nya adalah tetanggaku. Mereka semua berlatih di satu rumah tak jauh dari rumahku. Walhasil aku sering melihat mereka berlatih. Begitupun bapak-ku. Walaupun bukan termasuk ‘team’ kuda lumping, tapi beliau selalu ikut membantu kegiatan paguyuban ini. Beliau membantu sebisanya.
Dan karena seringnya melihat latihan mereka, bapak sampe hafal gerakan tari kuda lumping ..(wkekekek). Dan ini adalah inti seritanya.
Suatu ketika, pas grup kuda lumping di tanggap (sewa) oleh kampung tetangga, pas kebetulan ada seorang penarinya sakit sehingga tak bias ikut nampil. Sang pawang-pun nggak kehilangan akal. Dia tunjuk bapak-ku untuk menggantikannya. Alesannya “pak Muh kan apal tariannya”
Bapak-pun nggak bias menolak, selain rasa tepo sliro, juga karena dia sudah di beri uang “buat jajan danang” begitu kata sang pawang.
Langsung aja ke pementasan..dari awal semua berjalan lancar.
Tapi pas tiba di bagiasn klimaksnya..di mana semua penari kesurupan.. bapak-ku mulai bingung. Beliau nggak bias kesurupan..dan nggak pengen kesurupan.
Sementara penari lain sudah mulai makan beling, ngupas kelapa pake gigi, bapak masih sibuk mikir, hingga beliau puny ide cemerlang.
“makan kembang!!”
Walau hampir muntah, beliau paksa juga mengunyah dan menelan melati di baskom yang menjadi sesaji kuda lumping.
Eee... nggak taunya si pawang salah tanggap, di kiranya bapak kesurupan beneran (great acting dad :D), dan tanpa ba-bi-bu, langsung mengayunkan cemeti ke kaki bapakku.
CETARRRR!!!!!!
“WAAADOOOOO BIYUUUUNGGGG..!!!!”
Bapak-ku jatuh gelimpungan..
Sang pawang panik dan tak henti meminta maaf..
“napa sampean ndak minggir saja kalo ndak nyurupi pak muh??”
“saya ndak mau makan gaji buta pak” rintih bapak-ku menahan sakit.

naluiri ibu

cerita waktu masih SD
waktu itu aku di daulat sekolah untuk ikutan karnaval 17 Agustus.
bagi teman_teman lain mungkin ini satu kebanggaan, begitu juga dengan aku...sebelum tau aku harus pake kostum apaan :D
yah..aku harus rela di dandani menjadi gareng , salah satu tokoh punakawan dalam cerita pewayangan.
napa bukan aku yang jadi arjuna wkekekekek
rupanya guru aku mengerti apa yang aku rasakan.
"ndak usah malu..orang gak bakalan mengenalimu di balik make-up gareng-mu"
bener juga..
***
alhasil pas hari H nya kami di arak keliling kabupaten
beneran..gak ada yang mengenaliku..
bahkan para tetanggaku waktu rombongan pawai melewati kampung-ku.
betulkah tak seorang-pun mengenali??
ternyata tidak..
naluri seorang Ibu selalu tajam.
"ITU ANAK-KU" teriak Ibu dari tepi jalan.
beliau begitu girang sambil menunjuk ke arah_ku..
sontak mata orang di sekitarnya melihat ke arah-ku.
tak sampai di situ..mereka meneriakan namaku
parahnya lagi..teman2 sepermainan ikut mengiringi pawaiku.
saat itu tentu aku boleh kesal pada Ibuku
karena saat itu aku merasa di permalukan gara-gara beliau..
tapi saat ini, aku hanya bisa takjub
bagaimana naluri ke-Ibuan beliau bisa mengenaliku di balik riasan gareng_ku.

sketsa1


MERDEKA

merdeka itu bukan wujud, tapi rasa. banyak yg hidup di sebuah (wujud) negri yg hampir 73 tahun merdeka, tapi tidak merasakan (rasa) kemerdek...